PENDAHULUAN
“Prasetya
Pesilat Indonesia”, yang terdiri dari 7 butir prasetya sebagai
satu kesatuan, adalah kode etik korsa (corps) Pesilat Indonesia sebagai
warga negara, pejuang dan kesatria dalam kehidupan berbangsa dan bernegaranya.
Prasetya sebagai warga negara tertera dalam butir prasetya yang pertama
dan kedua, sebagai pejuang dalam butir prasetya yang ketiga, keempat
dan kelima, dan sebagai kesatria dalam butir prasetya yang keenam dan
ketujuh. Rumusan “Prasetya Pesilat Indonesia” selengkapnya
dan seutuhnya adalah sebagai berikut:
1.
Kami Pesilat Indonesia adalah warga negara yang bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur.
2. Kami Pesilat Indonesia adalah warga negara yang membela dan mengamalkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
3. Kami Pesilat Indonesia adalah pejuang yang cinta Bangsa dan Tanah Air Indonesia.
4. Kami Pesilat Indonesia adalah pejuang yang menjunjung tinggi persaudaraan dan persatuan Bangsa.
5. Kami Pesilat Indonesia adalah pejuang yang senantiasa mengejar kemajuan dan berkepribadian Indonesia.
6. Kami Pesilat Indonesia adalah kesatria yang senantiasa menegakkan kebenaran, kejujuran dan keadilan.
7. Kami Pesilat Indonesia adalah kesatria yang tahan-uji dalam menghadapi cobaan dan godaan.
2. Kami Pesilat Indonesia adalah warga negara yang membela dan mengamalkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
3. Kami Pesilat Indonesia adalah pejuang yang cinta Bangsa dan Tanah Air Indonesia.
4. Kami Pesilat Indonesia adalah pejuang yang menjunjung tinggi persaudaraan dan persatuan Bangsa.
5. Kami Pesilat Indonesia adalah pejuang yang senantiasa mengejar kemajuan dan berkepribadian Indonesia.
6. Kami Pesilat Indonesia adalah kesatria yang senantiasa menegakkan kebenaran, kejujuran dan keadilan.
7. Kami Pesilat Indonesia adalah kesatria yang tahan-uji dalam menghadapi cobaan dan godaan.
PENJELASAN
UMUM
Dalam
penjelasan ini, arti prasetya, yang artinya sama dengan ikrar, adalah
pernyataan janji kepada diri sendiri untuk memenuhi serangkaian kewajiban.
Arti Pesilat Indonesia adalah manusia Indonesia yang cinta, setia, berbakti
dan mengabdikan dirinya pada Pencak Silat, menjadikan Pencak Silat sebagai
kebanggaan dirinya dan sebagai sarana untuk membangun pribadinya, baik
rohaniah maupun jasmaniah. Arti kode etik adalah rumusan singkat-padat
dari serangkaian kewajiban-kewajiban luhur. Arti korsa adalah kelompok
manusia yang senasib, seperjuangan dan setujuan serta berkeinginan untuk
selalu bersatu dan berada dalam satu kesatuan yang solid berlandaskan
semangat persaudaraan dan kekeluargaan. Arti kehidupan berbangsa dan
bernegara di Indonesia adalah kehidupan kelompok besar manusia yang
dilandasi keinginan untuk berada dalam kebersamaan (Ernest Renant :
le desire d’etre ensemble) di Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI)) yang berwilayah dari Sabang sampai ke Marauke.. Arti warga negara
adalah manusia sebagai unsur terkecil negara yang wajib memberikan kontribusi
positif secara maksimal dalam upaya untuk mencapai tujuan kehidupan
berbangsa dan bernegara. Arti pejuang adalah manusia yang pantang menyerah
dan pantang mundur serta mengobsesikan kesuksesan dalam upaya untuk
mencapai tujuan kehidupan berbangsa dan bernegara. Arti kesatria adalah
manusia yang selalu konsisten, konsekuen dan bertanggungjawab dalam
menampilkan sikap, perbuatan dan perilakunya terutama dalam rangka upaya
untuk mencapai tujuan kehidupan berbangsa dan bernegara, yakni memelihara
kekokohan persatuan Bangsa Indonesia, menjaga kedaulatan dan keutuhan
wilayah NKRI, menegakkan nilai-nilai moral agama dan moral sosial di
kalangan pemimpin dan warga Bangsa Indonesia, mempertahankan jatidiri
dan kepribadian Indonesia di tataran global serta mewujudkan keamanan
yang mantap dan kesejahteraan sosial yang adil dan merata untuk seluruh
Bangsa Indonesia.
“Prasetya
Pesilat Indonesia” merupakan esensi dari “Nilai-nilai Luhur
Pencak Silat Indonesia”, yakni nilai-nilai luhur yang terkandung
dalam dimensi kejiwaan dan dimensi kejasmanian Pencak Silat sebagai
satu kesatuan, yang sejiwa dengan nilai-nilai luhur falsafah Pancasila.
Dimensi kejiwaan Pencak Silat adalah ajaran budi pekerti luhur, sedangkan
dimensi kejasmanian Pencak Silat adalah berbagai teknik Pencak Silat
yang saling tergantung dan saling berhubungan satu sama lain beserta
kiat-kiat (kecakapan) untuk mengkinerjakannya.
Substansi
“Prasetya Pesilat Indonesia” pada dasarnya adalah kewajiban-kewajiban
mulia penting yang terpilih dari ajaran budi pekerti luhur yang wajib
dihayati dan diamalkan serta ditegakkan oleh Pesilat Indonesia dalam
kehidupan berbangsa dan bernegaranya sebagai warga negara, pejuang dan
kesatria. Penghayatan substansi tersebut dilakukan dengan pembacaan,
penghafalan dan pengucapan secara kontinyu dan konstan, khususnya dalam
acara-acara penting yang diadakan dan dihadiri oleh Pesilat-Pesilat
Indonesia. Penghayatan dengan cara seperti itu bertujuan untuk menamkan
semangat “Prasetya Pesilat Indonesia” serta membangun jiwa
kebangsaan dan ahlak (nation and character building) dan sekaligus juga
untuk memperkokoh jiwa korsa (l’esprit de corps) Pesilat Indonesia.
Ajaran budi pekerti luhur adalah generalisasi (generalization) dan nama umum (general name) dari ajaran moral masyarakat lokal dan etnis di Indonesia yang cukup banyak jumlah dan ragamnya. Walaupun beragam, ajaran-ajaran moral itu mempunyai inti yang sama, yakni pandangan hidup dan wejangan arif-bijaksana kepada manusia dalam kaitan dengan pengolahan dan pembinaan budi pekertinya.
Menurut ajaran budi pekerti luhur, manusia berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada Tuhan. Karena manusia berasal dari Tuhan, maka status manusia adalah mulia (insan kamil). Agar manusia dengan kemuliaannya itu dapat diterima oleh Tuhan dengan sebaik-baiknya apabila pada waktunya nanti ia kembali atau pulang kepada Tuhan (berpulang ke Rahmatullah), maka selama hidupnya maupun dalam kehidupan dan perjalanan hidupnya ia wajib beriman teguh dan bertaqwa kepada Tuhan, yakni percaya dan berserah diri sepenuh-penuhnya kepada Tuhan serta melaksanakan ajaran-ajaran-Nya secara persisten, konsisten dan konsekuen. Niat (nawaitu) dan amalan-amalan hidupnya semata-mata karena Tuhan dan tujuan hidupnya adalah untuk mendapatkan ridho Tuhan. Manifestasi kejiwaan dalam wujud moral individual dari keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan itu adalah budi pekerti luhur. Dengan demikian, ajaran budi pekerti luhur adalah ajaran yang ber-Ketuhanan (religius).
Ajaran budi pekerti luhur adalah generalisasi (generalization) dan nama umum (general name) dari ajaran moral masyarakat lokal dan etnis di Indonesia yang cukup banyak jumlah dan ragamnya. Walaupun beragam, ajaran-ajaran moral itu mempunyai inti yang sama, yakni pandangan hidup dan wejangan arif-bijaksana kepada manusia dalam kaitan dengan pengolahan dan pembinaan budi pekertinya.
Menurut ajaran budi pekerti luhur, manusia berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada Tuhan. Karena manusia berasal dari Tuhan, maka status manusia adalah mulia (insan kamil). Agar manusia dengan kemuliaannya itu dapat diterima oleh Tuhan dengan sebaik-baiknya apabila pada waktunya nanti ia kembali atau pulang kepada Tuhan (berpulang ke Rahmatullah), maka selama hidupnya maupun dalam kehidupan dan perjalanan hidupnya ia wajib beriman teguh dan bertaqwa kepada Tuhan, yakni percaya dan berserah diri sepenuh-penuhnya kepada Tuhan serta melaksanakan ajaran-ajaran-Nya secara persisten, konsisten dan konsekuen. Niat (nawaitu) dan amalan-amalan hidupnya semata-mata karena Tuhan dan tujuan hidupnya adalah untuk mendapatkan ridho Tuhan. Manifestasi kejiwaan dalam wujud moral individual dari keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan itu adalah budi pekerti luhur. Dengan demikian, ajaran budi pekerti luhur adalah ajaran yang ber-Ketuhanan (religius).
Budi
adalah dimensi kejiwaan dinamis manusia yang berunsur karsa, rasa dan
cipta. Makna kata-kata itu adalah aktivitas kehendak, perasaan dan penalaran
(willing, sensing and reasoning). Pekerti adalah ahlak (character).
Luhur adalah mulia atau terpuji (nobel, high esteem). Dengan demikian,
makna budi pekerti luhur adalah aktivitas kehendak, perasaan dan penalaran
serta ahlak yang mulia berlandaskan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan.
Karsa menentukan keharusan dan larangan, rasa menentukan baik dan buruk,
cipta menentukan benar dan salah. Karena itu, karsa berkaitan dengan
mental-spiritual, rasa dengan emosi dan cipta dengan intelegensia (kecerdasan).
Ajaran
budi pekerti luhur mewejang kepada manusia agar terus-menerus mengolah
dan membina budi pekertinya secara optimal yang diarahkan pada perwujudan
kearifan mental-spiritual (ahlak , moral), emotional dan intelegensial.
Kearifan di sini berarti kemampuan memilah (membedakan) dan memilih
(menentukan) secara benar dan tepat dalam kerangka usaha untuk mewujudkan
suatu kemuliaan. Pengolahan dan pembinaan karsa bahkan harus diarahkan
pada perwujudan kemanunggalan karsa manusia dengan Karsa Tuhan serta
memposisikan, memfungsikan dan memerankan karsa sebagai pemimpin, pengarah
dan pengendali rasa, cipta dan ahlak. Dengan cara demikian, semua amalan
manusia akan berlandaskan pada kearifan dan akan selaras dengan Karsa
Tuhan, yang berarti akan mendapat ridho Tuhan dan akan menjadikan manusia
bernilai mulia di hadapan Tuhan dan sesama manusia. Dengan demikian,
ajaran budi pekerti luhur merupakan pandangan hidup dan wejangan tentang
kearifan. Karena terwariskan dan harus senantiasa dijunjung tinggi oleh
warga bangsa Indonesia, ajaran budi pekerti luhur yang religius itu
berstatus sebagai pandangan hidup dan kearifan tradisional bangsa Indonesia.
Menurut ajaran budi pekerti luhur yang berlandaskan pada Ketuhanan, manusia dalam hidup, kehidupan dan perjalanan hidupnya mempunyai empat kedudukan mulia sebagai satu kesatuan. Yang pertama adalah kedudukan sebagai mahluk Tuhan, karena manusia berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada Tuhan. Tuhan adalah asal dan tujuan hidup semua mahluk (Jawa : sangkan paraning dumadi). Yang kedua adalah kedudukan sebagai mahluk pribadi, karena setiap manusia mempunyai kepribadian (personality) tersendiri yang unik dan berbeda dengan manusia lain. Kepribadian merupakan karakteristik setiap manusia. Yang ketiga adalah kedudukan sebagai mahluk sosial, karena di dunia ini manusia tidak hidup sendiri tetapi hidup dalam masyarakat bersama-sama dan berinteraksi dengan manusia lain. Yang keempat adalah kedudukan sebagai mahluk alam semesta. karena manusia hidup di suatu lingkungan hidup yang merupakan bagian integral dari alam semesta beserta isinya (ecology) yang diciptakan oleh Tuhan untuk manusia sebagai karunia-Nya.
Menurut ajaran budi pekerti luhur yang berlandaskan pada Ketuhanan, manusia dalam hidup, kehidupan dan perjalanan hidupnya mempunyai empat kedudukan mulia sebagai satu kesatuan. Yang pertama adalah kedudukan sebagai mahluk Tuhan, karena manusia berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada Tuhan. Tuhan adalah asal dan tujuan hidup semua mahluk (Jawa : sangkan paraning dumadi). Yang kedua adalah kedudukan sebagai mahluk pribadi, karena setiap manusia mempunyai kepribadian (personality) tersendiri yang unik dan berbeda dengan manusia lain. Kepribadian merupakan karakteristik setiap manusia. Yang ketiga adalah kedudukan sebagai mahluk sosial, karena di dunia ini manusia tidak hidup sendiri tetapi hidup dalam masyarakat bersama-sama dan berinteraksi dengan manusia lain. Yang keempat adalah kedudukan sebagai mahluk alam semesta. karena manusia hidup di suatu lingkungan hidup yang merupakan bagian integral dari alam semesta beserta isinya (ecology) yang diciptakan oleh Tuhan untuk manusia sebagai karunia-Nya.
Untuk
masing-masing kedudukannya itu manusia mempunyai kewajiban mulia (noblesse
oblige) yang harus dipenuhi dengan sebaik-baiknya dan seoptimal mungkin.
Kewajiban mulia manusia sebagai mahluk Tuhan, adalah beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan serta senantiasa menegakkan nilai-nilai Ketuhanan atau
nilai-nilai agama. Kewajiban mulia manusia sebagai mahluk pribadi, adalah
meluhurkan pribadinya dan senantiasa menegakkan nilai-nilai moral pribadi.
Kewajiban mulia manusia sebagai mahluk sosial, adalah menegakkan perdamaian
dan persahabatan serta senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai moral,
sosial dan kultural. Kewajiban mulia manusia sebagai mahluk alam semesta,
adalah mencintai dan mengamankan lingkungan hidupnya serta senantiasa
menegakkan nilai-nilai natural-universal. Kewajiban-kewajiban itu saling
terkait dan berhubungan satu sama lain. Pemenuhannya diarahkan untuk
mencapai satu tujuan, yakni mendapatkan ridho Tuhan.
Dalam
hubungan dengan status, posisi dan kewajiban manusia, ajaran budi pekerti
luhur mengandung tujuh visi, wawasan atau sikap pandang yang bersifat
normatif dan imperatif untuk diaplikasikan dan diwujudkan, yakni wawasan
Ketuhanan, kemanusiaan, perdamaian dan persahabatan, ketahanan, pembangunan,
kejuangan dan kekesatriaan. Berdasarkan pada wawasan-wawasan tersebut,
setiap pengamalan manusia (1) harus dapat dipertanggungjawabkan kepada
Tuhan, (2) harus tidak melanggar etika kemanusiaan yang adil dan beradab
(hak asasi manusia), (3) harus bersikap damai dan bersahabat dalam menghadapi
siapa saja, (4) harus dapat mewujudkan ketangguhan dan keuletan mental
dan fisikal dalam menghadapi berbagai kendala dan permasalahan, (5)
harus dapat meningkatkan kualitas diri secara terus-menerus dalam rangka
mengejar kemajuan, (6) harus bersikap pantang menyerah dan terus maju
dalam perjuangan untuk mewujudkan tujuan yang mulia dan (7) harus senantiasa
konsisten, konsekuen dan penuh rasa tanggungjawab dalam menampilkan
sikap, perbuatan, tindakan dan perilaku serta tahan-uji dalam menghadapi
segala cobaan dan godaan.
Ajaran
budi pekerti luhur merupakan ukuran normatif dan imperatif (normative
and imperative measures) manusia dalam hidup, kehidupan dan perjalanan
hidupnya sehari-hari. Ukuran ini mengharuskan manusia untuk memiliki
daya, kesanggupan dan ketahanan pengendalian diri yang kuat, yang dengan
itu ia wajib mengendalikan kepentingannya. Mengendalikan diri bukan
mengekang diri, tetapi menguasai, menempatkan, membawa, memfungsikan,
memerankan dan mengarahkan diri dengan cara dan untuk tujuan yang mulia
atas dasar kesadaran sendiri, rasa percaya diri dan niat yang mandiri.
Dengan demikian, tujuan ajaran budi pekerti luhur adalah membentuk manusia
yang mempunyai sifat taqwa, tanggap, tangguh, tanggon, trengginas.
Yang
dimaksud dengan taqwa adalah beriman teguh kepada Tuhan Yang Maha Esa
dengan melaksanakan seluruh ajaran-Nya secara persisten, konsisten dan
konsekuen, berbudi pekerti luhur, terus meningkatkan kualitas diri serta
selalu menempatkan, memerankan dan memfungsikan dirinya sebagai warga
masyarakat yang senantiasa mengendalikan diri, rendah hati dan berdedikasi
(berpengabdian) sosial, berdasarkan rasa kebersamaan, rasa kerukunan,
rasa perdamaian, rasa persahabatan, rasa kesetiakawanan, rasa kepedulian,
rasa tanggungjawab sosial dan rasa tanggungjawab terhadap Tuhan.
Yang
dimaksud dengan tanggap adalah peka, peduli, antisipatif, pro-aktif
dan mempunyai kesiapan diri terhadap segala hal, termasuk perubahan
dan perkembangan yang terjadi, berikut semua kecenderungan, tuntutan
dan tantangan yang menyertainya, berdasarkan sikap berani mawas diri
dan terus meningkatkan kualitas diri.
Yang dimaksud dengan tangguh adalah keuletan dan kesanggupan untuk mengembangkan kemampuan dalam menghadapi dan menjawab setiap tantangan serta mengatasi setiap persoalan, hambatan, gangguan dan ancaman maupun untuk mencapai sesuatu tujuan mulia, berdasarkan sikap pejuang sejati yang pantang menyerah.
Yang dimaksud dengan tangguh adalah keuletan dan kesanggupan untuk mengembangkan kemampuan dalam menghadapi dan menjawab setiap tantangan serta mengatasi setiap persoalan, hambatan, gangguan dan ancaman maupun untuk mencapai sesuatu tujuan mulia, berdasarkan sikap pejuang sejati yang pantang menyerah.
Yang
dimaksud dengan tanggon adalah mempunyai rasa harga diri dan kepribadian
yang kuat, penuh perhitungan dalam bertindak, berdisiplin, selalu ingat
dan waspada serta tahan-uji terhadap segala godaan dan cobaan, berdasarkan
sikap mental yang teguh, konsisten dan konsekuen memegang prinsip.
Yang
dimaksud dengan trengginas adalah enerjik, aktif, eksploratif, kreatif,
inovatif, berpikir luas dan jauh ke masa depan, sanggup bekerja keras
untuk mengejar kemajuan yang bermutu dan bermanfaat bagi diri sendiri
dan masyarakat, berdasarkan sikap kesediaan untuk membangun diri sendiri
dan sikap merasa bertanggungjawab atas pembangunan masyarakatnya serta
dorongan dan semangat untuk terus maju dan bermutu.
Perlu
dan pentingnya memelihara budi pekerti luhur sangat disadari oleh Bapak-bapak
pendiri (the founding fathers) Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
arif dan bijaksana serta berwawasan luas dan jauh ke masa depan. Dalam
penjelasan mengenai pokok pikiran ke-4 Pembukaan UUD 1945 para founding
fathers itu menitipkan pesan-pesan yang isinya antara lain agar para
penyelenggara negara memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur.
Menurut pandangan mereka, penyelenggara negara adalah pemimpin, pemuka,
panutan dan pamong formal masyarakat (the ruling elite). Karena itu
mereka wajib menjadi panutan dan teladan bagi masyarakat dalam memelihara
budi pekerti luhur. Mereka harus menjadi pemimpin yang senantiasa memberi
teladan dalam segala hal, terutama sekali dalam memelihara budi pekerti
luhur. Baik-buruknya budi pekerti masyarakat tergantung pada baik-buruknya
budi pekerti para penyelenggara negara. Apabila para penyelenggara negara
sebagai the ruling elite bersama seluruh warga masyarakat mampu memelihara
budi pekerti luhur secara persisten, konsisten dan konsekuen, maka akan
tercipta dan terpelihara suatu keadaan umum yang kondusif bagi terwujudnya
masyarakat yang adil dan makmur (masyarakat tata-tentrem kerta-raharja)
yang penuh pengampunan Tuhan (baldatun toyyibatun wa robun ghafur).
PENJELASAN
KHUSUS
Di
bawah ini disampaikan penjelasan mengenai masing-masing butir Prasetya
Pesilat Indonesia, dengan maksud agar Pesilat Indonesia dapat menghayatinya
dengan baik dan benar serta mempunyai motivasi yang mantap dalam mengamalkannya
secara persiten, konsisten dan konsekuen.
Butir
pertama
Pesilat
Indonesia harus menyadari bahwa Tuhan Yang Maha Esa merupakan sumber
bagi terbentuknya dan adanya budi pekerti luhur pada diri manusia. Manusia
tidak akan pernah memiliki budi pekerti luhur apabila tidak bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa. Budi pekerti luhur adalah manifestasi kejiwaan
dari sikap bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Arti
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa adalah beriman kepada-Nya serta
mengamalkan semua ajaran-Nya secara persisten, konsisten dan konsekuen.
Arti berbudi pekerti luhur adalah memiliki karsa, rasa, cipta dan akhlak
yang mulia serta perwujudannya dalam bentuk sikap, perilaku dan perbuatan
yang terkendali. Dengan perkataan lain, perwujudan budi pekerti luhur
adalah kesanggupan untuk selalu mengendalikan diri dalam kehidupan pribadi
maupun kehidupan sosial. Hal ini merupakan tolok ukur dari manusia yang
bermartabat tinggi.
Bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur merupakan satu
kesatuan terpadu. Keduanya harus menjadi basis mental dan basis motivasi
manusia Indonesia, termasuk Pesilat Indonesia. Dalam kaitan itu, Pesilat
Indonesia berkewajiban untuk menjadi warganegara yang selalu bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, dalam arti selalu
beriman kepada-Nya serta melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi
larangan-larangan-Nya secara konsisten dan konsekuen serta senantiasa
mengamalkan budi pekerti luhur dengan menampilkan sikap, perbuatan,
tindakan dan perilaku serta ahlak yang terpuji dalam kehidupannya sehari-hari
sebagai warga negara dan dalam interaksinya dengan warga negara yang
lain.
Butir
kedua
Pesilat Indonesia harus menyadari bahwa Pancasila adalah dasar Negara
Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea
keempat. UUD 1945 telah mengalami amandemen 4 kali, tetapi Pembukaannya
tetap dipertahankan dalam keadaan utuh. Pembukaan Undang-Undang Dasar
1945 merupakan penjabaran dari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal
17 Agustus 1945. Di dalamnya tertera cita-cita nasional Rakyat Indonesia.
Rumusan dari cita-cita nasional tersebut adalah :
1.
Memiliki Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan
makmur (alinea kedua).
2. Berkehidupan kebangsaan yang bebas (alinea ketiga).
3. Memiliki Pemerintah yang melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh Tumpah Darah Indonesia dan untuk mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan Bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial (bagian pertama alinea keempat).
4. Memiliki susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia (bagian akhir alinea keempat).
2. Berkehidupan kebangsaan yang bebas (alinea ketiga).
3. Memiliki Pemerintah yang melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh Tumpah Darah Indonesia dan untuk mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan Bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial (bagian pertama alinea keempat).
4. Memiliki susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia (bagian akhir alinea keempat).
Berdasarkan pada Undang-Undang Dasar 1945 hasil amandemen, yang dimaksud
dengan Negara Indonesia dan Negara Republik Indonesia dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Berdasarkan
pokok-pokok pikiran yang melandasi Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945,
NKRI adalah :
1.
Negara Persatuan yang melindungi dan meliputi segenap Bangsa Indonesia
seluruhnya.
2. Negara yang hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.
3. Negara yang berkedaulatan rakyat berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan.
4. Negara yang berdasar atas Ketuhanan Yang maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai satu kesatuan merupakan Perjanjian Luhur Rakyat Indonesia untuk mewujudkan cita-cita nasionalnya.
Menurut Prof. Dr. Mr. Drs. Notonegoro dalam bukunya “Pancasila Secara Ilmiah Populer”, Sila-sila Pancasila tersusun secara hierarkhis dan satu sama lain mempunyai hubungan yang saling mengikat, sehingga Pancasila merupakan satu kesatuan keseluruhan yang bulat, dalam arti tiap-tiap Sila di dalamnya mengandung Sila-Sila lainnya dan dikualifikasi oleh Sila-Sila lainnya itu. Rumusan Sila-Sila Pancasila sebagai satu kesatuan keseluruhan dalam susunannya yang hierarkhis adalah sebagai berikut :
2. Negara yang hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.
3. Negara yang berkedaulatan rakyat berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan.
4. Negara yang berdasar atas Ketuhanan Yang maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai satu kesatuan merupakan Perjanjian Luhur Rakyat Indonesia untuk mewujudkan cita-cita nasionalnya.
Menurut Prof. Dr. Mr. Drs. Notonegoro dalam bukunya “Pancasila Secara Ilmiah Populer”, Sila-sila Pancasila tersusun secara hierarkhis dan satu sama lain mempunyai hubungan yang saling mengikat, sehingga Pancasila merupakan satu kesatuan keseluruhan yang bulat, dalam arti tiap-tiap Sila di dalamnya mengandung Sila-Sila lainnya dan dikualifikasi oleh Sila-Sila lainnya itu. Rumusan Sila-Sila Pancasila sebagai satu kesatuan keseluruhan dalam susunannya yang hierarkhis adalah sebagai berikut :
1.
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa meliputi dan menjiwai Sila Kemanusiaan
yang adil dan beradab, Sila Persatuan Indonesia, Sila Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
dan Sila Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.
2. Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab diliputi dan dijiwai oleh Sila Ketuhanan Yang Maha Esa serta meliputi dan menjiwai Sila Persatuan Indonesia, Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan Sila Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.
3. Sila Persatuan Indonesia diliputi dan dijiwai oleh Sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab serta meliputi dan menjiwai Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan Sila Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.
4. Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan diliputi dan dijiwai oleh Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab dan Sila Persatuan Indonesia serta meliputi dan menjiwai Sila Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.
5. Sila Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia diliputi dan dijiwai oleh Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab, Sila Persatuan Indonesia dan Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
2. Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab diliputi dan dijiwai oleh Sila Ketuhanan Yang Maha Esa serta meliputi dan menjiwai Sila Persatuan Indonesia, Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan Sila Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.
3. Sila Persatuan Indonesia diliputi dan dijiwai oleh Sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab serta meliputi dan menjiwai Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan Sila Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.
4. Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan diliputi dan dijiwai oleh Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab dan Sila Persatuan Indonesia serta meliputi dan menjiwai Sila Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.
5. Sila Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia diliputi dan dijiwai oleh Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab, Sila Persatuan Indonesia dan Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
Undang-Undang
Dasar 1945 merupakan aturan dasar kehidupan berbangsa dan bernegara
Bangsa Indonesia di wilayah NKRI. Aturan dasar ini merupakan penjabaran
dari Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Undang-Undang Dasar 1945 dapat
diamandemen tetapi setiap hasil mandemen harus sejiwa dengan pokok-pokok
pikiran dan cita-cita nasional Rakyat Indonesia yang terkandung dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Pesilat Indonesia berkewajiban untuk menjadi warganegara yang sanggup membela dan mengamalkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini pada dasarnya berarti kesanggupan untuk membela keberadaan, kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI serta mempertahankan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 maupun mengamalkan dan menegakkan nilai-nilainya secara persisten, konsisten dan konsekuen dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pesilat Indonesia berkewajiban untuk menjadi warganegara yang sanggup membela dan mengamalkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini pada dasarnya berarti kesanggupan untuk membela keberadaan, kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI serta mempertahankan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 maupun mengamalkan dan menegakkan nilai-nilainya secara persisten, konsisten dan konsekuen dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Butir
ketiga
Pesilat
Indonesia harus menyadari bahwa Tanah Air (fatherland) Indonesia sangat
luas wilayahnya. Ditinjau dari segi geografis, Indonesia terdiri dari
17.667 pulau besar dan kecil. Luas wilayah daratnya 735.000 mil2 dan
terserak meliputi wilayah seluas 4.000.000 mil persegi. Untaian pulau-pulau
ini membentang sepanjang 3.000 mil dan melebar sepanjang 1.000 mil.
Dengan demikian, Indonesia merupakan negara yang wilayahnya paling terserak
di dunia. Di wilayah Tanah Air Indonesia ini terdapat kekayaan alam
yang berlimpah, baik di darat maupun di laut, serta keindahan alam yang
mengagumkan.
Ditinjau
dari segi etnis, agama, ras, bahasa, adat-istiadat, tradisi dan budaya,
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk. Kemajemukan ini merupakan
kenyataan sosiologis dan kultural yang telah berakar dalam sejarah masyarakat
Indonesia. Di Indonesia terdapat lebih dari 300 kelompok etnis dan 50
bahasa yang satu sama lain amat berbeda. Kemajemukan telah menjadi ciri
Bangsa Indonesia yang paling khas. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang
paling heterogen di dunia. Masing-masing kelompok etnis mewarisi peninggalan-peninggalan
budaya yang penuh pesona dari leluhurnya.
Kekayaan
alam yang berlimpah, keindahan alam yang mengagumkan dan peninggalan-peninggalan
budaya yang mempesona, adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa yang wajib
disyukuri. Rasa syukur itu harus diwujudkan dalam bentuk kecintaan setiap
warga negara Indonesia kepada Bangsa dan Tanah Ainya.. Dalam kecintaan
itu terkandung kemauan dan kemampuan untuk (1) selalu membina dan memelihara
persatuan dan kesatuan bangsa, (2) mempertahankan dan mengamankan Bangsa
dan Tanah Air Indonesia dari berbagai ancaman apapun bentuknya dan dari
manapun datangnya, dan (3) melestarikan kekayaan dan keindahan alam
Indonesia maupun peninggalan-peninggalan budaya warisan leluhur bangsa
Indonesia.
Bangsa
Indonesia adalah bangsa pejuang yang tangguh dalam memperjuangkan, membela,
menegakkan dan mengisi kemerdekaannya. Walaupun sifatnya heterogen (beragam)
dalam suku, budaya, adat, dan agama, Bangsa Indonesia selalu berada
dalam persatuan dan kesatuan yang semakin kokoh, sesuai dengan semboyan
Bhinneka Tunggal Ika, yang berarti walaupun beraneka ragam tetapi merupakan
satu kesatuan.
Pesilat
Indonesia berkewajiban untuk menjadi pejuang yang mencintai Bangsa dan
Tanah Airnya. Hal ini berarti bahwa Pesilat Indonesia harus lebih menonjolkan
dan mengutamakan dirinya sebagai warga Bangsa Indonesia daripada sebagai
warga suku dan daerah asalnya. Suku dan daerah asal harus dipandang
sebagai bagian integral dari Bangsa dan Tanah Air Indonesia.
Selain
itu, Pesilat Indonesia juga berkewajiban untuk berpartisipasi aktif
dalam upaya mempertahankan serta mengamankan Bangsa dan Tanah Airnya
dari berbagai ancaman dari manapun datangnya dan apapun bentuknya maupun
dalam upaya melestarikan kekayaan dan keindahan alamnya serta peninggalan-peninggalan
budaya leluhurnya.
Butir
keempat
Pesilat
Indonesia harus menyadari bahwa kemajemukan bangsa Indonesia dapat merupakan
kekayaan yang penuh manfaat konstruktif tetapi dapat juga menjadi sumber
persoalan yang distruktif. Keterserakan wilayah Tanah Air Indonesia
juga telah mempersulit kesatuan dan integrasi sosial maupun nasional.
Kemajemukan bangsa dan keterserakan wilayah yang sedemikian itu menuntut
adanya keinginan dari unsur-unsur bangsa Indonesia untuk selalu bersatu
(Ernest Renant : le desire d’etre ensemble) disertai kemauan dan
kemampuan untuk bertoleransi terhadap hak, kepentingan, pendapat dan
keyakinan pihak lain. Kemajemukan memerlukan mekanisme sosial dan kultural
untuk mengatur perbedaan-perbedaan serta perwujudan kepentingan dan
hak setiap orang dan kelompok. Kemajemukan mensyaratkan ketertiban,
disiplin dan kerukunan.
Dalam
kaitan itu, membina dan melihara kesatuan dan keutuhan bangsa dan wilayah
Tanah Air Indonesia merupakan hal yang sangat penting. Hal tersebut
berarti bahwa kepentingan bangsa dan Tanah Air Indonesia lebih penting
daripada kepentingan suku dan daerah. Segala macam bentuk etnosentrisme,
daerahisme, promordialisme dan sektarianisme yang dapat melemahkan semangat
persaudaraan dan persatuan Bangsa harus ditiadakan sampai ke akar-akarnya.
Berhasilnya
perjuangan bangsa Indonesia di dalam usaha mencapai, membela, menegakkan
dan mengisi kemerdekaannya adalah karena adanya persatuan yang dijiwai
semangat persaudaraan di antara semua warga bangsa Indonesia. Persatuan
merupakan hal yang sangat penting dan strategis bagi bangsa Indonesia
yang bersuku-suku dan menempati pulau-pulau yang tersebar luas.
Pesilat
Indonesia berkewajiban untuk menjadi pejuang yang menjunjung tinggi
persaudaraan dan persatuan Bangsa dengan mencegah atau mengatasi berbagai
bentuk pemenuhan kepentingan pribadi, suku, daerah dan golongan yang
dapat merusak persaudaraan dan persatuan bangsa.
Butir
kelima
Pesilat
Indonesia harus menyadari bahwa kemerdekaan adalah jembatan emas, melalui
mana bangsa Indonesia dapat mengisi kemerdekaannya dengan pembangunan
di segala bidang untuk mencapai kemajuan yang setara dengan kemajuan
bangsa-bangsa lain di negara-negara maju. Segala hal yang menghambat,
mengganggu dan mengancam upaya untuk mengejar kemajuan harus diatasi.
Kemajuan yang harus dikejar dan dicapai adalah kemajuan yang memberikan
kekondusifan bagi pengamalan nilai-nilai moral, sosial, kultural dan
agama yang dijunjung tinggi oleh masyarakat maupun bagi terwujudnya
kesejahteraan sosial yang adil dan merata kepada seluruh bangsa Indonesia.
Kemajuan
itu harus tetap berakar pada kepribadian Indonesia, yang berarti tetap
berjatidiri Indonesia. Kepribadian dan jatidiri Indonesia itu sendiri
harus tetap berakar pada budaya, tradisi dan adat-istiadat serta nilai-nilai
moral, sosial, kultural dan agama yang dijunjung tinggi oleh masyarakat.
Kemajuan dan kepribadian Indonesia merupakan satu kesatuan terpadu.
Dalam kerangka kemajuan yang dapat dicapai, kepribadian Indonesia harus
dipelihara, dipertahankan dan dilestarikan.
Pesilat
Indonesia berkewajiban untuk menjadi pejuang yang terus-menerus mengejar
kemajuan agar dengan itu ia dapat memberikan karya positif bagi kemajuan
bangsa dan negaranya. Tetapi dalam upaya mengejar kemajuan itu, ia harus
tetap mempertahankan dan melestarikan kepribadian Indonesia. Dengan
perkataan lain, kemajuan-kemajuan yang dicapai harus tetap berakar pada
kepribadian Indonesia, sehingga kemajuan-kemajuan itu akan tetap berjatidiri
Indonesia.
Butir
keenam
Pesilat
Insonesia harus menyadari bahwa kebenaran, kejujuran dan keadilan merupakan
kondisi dasar yang memungkinkan terlaksananya berbagai upaya kemasyarakatan,
kebangsaan dan kenegaraan dengan baik. Dalam kaitan itu, untuk mewujudkan
tercapainya tujuan kehidupan berbangsa dan bernegara, setiap unsur bangsa
harus menegakkan atau membudayakan kebenaran, kejujuran dan keadilan
pada dirinya sendiri dan setelah itu dilanjutkan dengan memasyarakatkan
dan membudayakannya seluas-luasnya dan merata ke semua unsur bangsa
di seluruh wilayah negara. Seiring dengan itu, segala bentuk upaya yang
menyangkut masyarakat, bangsa dan negara harus dilakukan dengan benar,
jujur dan adil. Hasil-hasil yang dicapai dengan upaya itu pun juga harus
didistribusikan dengan benar, jujur dan adil. Apabila tidak demikian,
akan terjadi keresahan, kegelisahan, kecemburuan dan kecurigaan sosial,
yang pada gilirannya akan menimbulkan gejolak sosial, konflik sosial,
keributan sosial, kekerasan sosial dan lain-lain sejenisnya yang mengganggu
stabilitas nasional dan melemahkan Ketahanan Nasional.
Pesilat
Indonesia berkewajiban untuk menjadi kesatria yang senantiasa dan terus
berusaha menegakkan kebenaran, kejujuran dan keadilan. Menegakkan berarti
mewujudkan menjadi kenyataan. Hal ini tidak mudah. Karena itu, penegakan
kebenaran, kejujuran dan keadilan harus dimulai dari diri sendiri, yang
berarti setiap kata yang dikeluarkan dan perbuatan yang dilakukan harus
benar, jujur dan adil, bukan bagi dirinya sendiri saja tetapi juga bagi
orang lain.
Butir
ketujuh
Pesilat
Indonesia harus menyadari bahwa cobaan dan godaan yang bermacam-macam
bentuknya merupakan kendala utama yang dapat menggagalkan keberhasilan
manusia dalam upaya untuk mencapai tujuan atau cita-citanya, serta dapat
meniadakan kemauan dan kemampuan. Cobaan dan godaan yang tidak teratasi
akan melemahkan bahkan meniadakan daya pengendalian diri dan pada gilirannya
dapat menjatuhkan atau menurunkan martabat diri.
Karena
itu, setiap unsur bangsa harus senantiasa tahan-uji dalam menghadapi
cobaan dan godaan. Ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti
luhur, berdisiplin, mengendalikan diri serta menegakkan kebenaran, kejujuran
dan keadilan, dapat menguatkan ketahanujian manusia dalam menghadapi
setiap cobaan dan godaan. Ketahanujian semua unsur bangsa yang kuat
akan memberikan kekondusifan bagi suksesnya upaya untuk mewujudkan tujuan
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pesilat
Indonesia berkewajiban untuk menjadi kesatria yang selalu tahan uji,
yakni tanggap (cepat mengetahui), tangguh (ulet dan berkemampuan) sera
tanggon (tegar tak tergoyahkan) dalam menghadapi setiap cobaan dan godaan,
apapun bentuknya dan dari manapun datangnya. Hal itu akan dapat terwujud
apabila Pesilat Indonesia selalu meneguhkan ketaqwaannya terhadap Tuhan
Yang Maha Esa, meluhurkan budi pekertinya serta memperkuat disiplin
dan daya pengendalian dirinya.
KESIMPULAN
DAN PENUTUP
Dari
keseluruhan penjelasan yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1.
“Prasetya Pesilat Indonesia” adalah pernyataan janji Pesilat
Indonesia kepada dirinya sendiri untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di NKRI. Pernyataan janji tersebut
adalah dalam kedudukannya sebagai warga negara, sebagai pejuang dan
sebagai kesatria. Sebagai warga negara ia wajib memenuhi kewajiban-kewajiban
kebangsaan dan kenegaraannya. Sebagai pejuang ia wajib meneruskan perjuangan
generasi pendahulunya dalam rangka menegakkan dan mengisi kemerdekaan
bangsa Indonesia. Sebagai kesatria ia wajib berdisiplin serta bertindak
konsisten, konsekuen dan penuh rasa tanggungjawab dalam memenuhi kewajiban-kewajiban
sosial dan nasionalnya maupun dalam meneruskan perjuangan generasi pendahulunya2. Substansi “Prasetya Pesilat Indonesia” yang dihayati dengan baik dan benar dapat membentuk semangat kebangsaan dan ahlak yang berguna dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
3. Pengamalan “Prasetya Pesilat Indonesia” yang persisten, konsisten dan konsekuen akan memperkuat jiwa korsa dan semangat persatuan Pesilat Indonesia serta membuat Pesilat Indonesia dan korsanya mampu memberikan kontribusi yang signifikan dalam upaya-upaya untuk mewujudkan tercapainya tujuan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Demikian penjelasan singkat mengenai “Prasetya Pesilat Indonesia”. Semoga penjelasan ini dapat membuat Pesilat Indonesia semakin menghayati keseluruhan substansi yang terkandung dalam “Prasetya Pesilat Indonesia” serta semakin mampu untuk mengamalkannya secara persisten, konsisten dan konsekuen dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
sumber : http://www.persilat.org